Jumat, 03 November 2017

MISTERI JALUR ALAS ROBAN YANG MELEGENDA



MISTERI JALUR ALAS ROBAN YANG MELEGENDA


Bicara tentang jalur Pantura Jawa Tengah tentunya tak lepas dari nama Alas Roban dengan cerita misteri dan keangkerannya. Jalur ini terletak di Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang dengan panjang sekitar 4 kilometer. Jalan ini merupakan peninggalan kolonial Belanda hasil kerja paksa atas perintah Gubernur Jenderal Daendels sehingga sering disebut juga jalan Daendels. Nama jalur Alas Roban amatlah terkenal bahkan ketenarannya melebihi nama Batang sebagai Kabupaten yang menaungi wilayah tersebut.
Jalur Alas Roban terdiri atas jalan dua lajur yang membelah belantara hutan jati milik Perhutani dengan kontur tanjakan, turunan dan tikungan tajam. Jurang dalam menghias sepanjang jalur di satu sisi dan di sisi yang lain menjulang tebing tinggi. Sepanjang jalan itu tidak ada satupun rumah penduduk dan tanpa penerangan sama sekali sehingga kalau malam gelap gulita.  Lansdscape inilah yang membuatnya terlihat menyeramkan, apalagi banyak terjadi kecelakaan yang merenggut korban jiwa.



Keangkeran jalur Alas Roban menjadi cerita turun temurun rakyat setempat dengan berbagai bumbu dan versi. Ada yang menyebut jalur Alas Roban ini banyak merenggut nyawa para tenaga kerja akibat kekejaman penjajah Belanda dan mayatnya dikuburkan di sekitar jalan tanpa pemakaman yang layak sehingga arwahnya gentayangan. Ada lagi versi yang menyebut daerah ini pada tahun 1965 menjadi tempat pembantaian para pengikut PKI. Di tengah jalur memang ada yang namanya “PKI PITU” yang konon ada tujuh anggota PKI yang dieksekusi dan dikuburkan di situ.



Mengenai hal ini dibenarkan oleh Mbah Warno (75 tahun), yang menceritakan dulu dirinya menonton PKI yang dibunuh beramai-ramai. Bahkan katanya ada seorang Lurah yang tidak mempan ditembak dan akhirnya dikubur hidup-hidup. Mungkin ini menjadi catatan kelam sejarah Alas Roban jika memang benar terjadi.
Lain lagi cerita rakyat yang berkembang di Dukuh Bunderan Desa Plelen Kecamatan Gringsing. Warga Bunderan mempercayai ada makhluk halus berwujud perempuan penunggu jalur Alas Roban bernama GADUNGAN. Perempuan yang diceritakan masih muda dan cantik ini berpakaian kebaya ala wanita Jawa berwarna hijau (Gadung=hijau daun). Kemunculannya sekitar senja dan mengganggu pengendara terutama supir truk yang suka iseng. Jika berani berhenti dan menaikkan Gadungan akan tamatlah riwayat supir berserta truknya. Cerita ini masih ada sampai sekarang. Tidak diketahui asal muasal wanita ini sampai menjadi penghuni Alas Roban.

Jalur Alas Roban memang unik. Terlepas dari cerita menyeramkan jalur ini memang menakutkan secara kasat mata. Dari arah timur pengguna jalan pertama kali masuk kawasan Alas Roban akan langsung berhadapan dengan tanjakan dan tikungan tajam. Ditikungan itu tumbuh pohon beringin raksasa yang sudah berusia ratusan tahun. Agak ke bawah sedikit ada sebongkah batu seukuran mobil yang konon berpenunggu. Setelah itu jalan tanjakan dan tikungan menghadang dan siap menerkan jika lengah. Daerah ini berada di tengah-tengah lalu lintas Pulau Jawa sehingga menjadi titik lelah. Kelelahan ini terkadang membuat halusinasi yang memicu terjadinya kecelakaan.


Sebelum tahun 1990 jalur ini adalah satu-satunya jalan yang menjadi urat nadi perekonomian nasional dan ramai lalu lintas. Tapi sejak dibangun jalan alternatif (sebelah kiri dari arah barat), Jalur Alas Roban menjadi agak sepi karena mobil kecil tidak lagi melaluinya. Dan diawal tahun 2000 dibangun lagi jalan lingkar beton yang lebar dan lapang. Jadilah jalur Alas Roban semakin ditinggalkan dan semakin sepi tentunya. Hanya beberapa truk  saja yang masih mau melewatinya.
Melewati jalur Alas Roban sebenarnya mengasyikkan. Lokasinnya yang teduh, meliuk-liuk dan beraspal mulus menjadi sensasi tersendiri. Jika siang hari dan kondisi bugar cobalah melaluinya dan rasakan pengalaman yang tak terlupakan.



Edi S Febri
Jurnalis

Jumat, 27 Oktober 2017

SEPTICTANK KOMUNAL, SOLUSI JITU ATASI PERMASALAHAN SANITASI



SEPTICTANK KOMUNAL,
SOLUSI  JITU ATASI PERMASALAHAN SANITASI


BATANG, 27 Oktober 2017

Kesadaran masyarakat terutama di pedesaan akan masalah sanitasi ternyata masih memprihatinkan. Banyak masyarakat yang belum sadar pentingnya menjaga lingkungan untuk kesehatan. Mereka masih membuang sampah dan kotoran di kebun atau sungai dengan alas an praktis. “Toh itu tidak mengganggu dan tidak ada yang complain karena semua orang melakukannya”, begitu jawaban jika diingatkan jangan buang kotoran sembarangan.
Kondisi inilah yang mendorong seorang bidan desa Sempu Kecamatan Limpung Kabupaten Batang Jawa Tengah bernama Siti Yulaikha ini untuk melakukan revolusi mendasar  dan mengajak masyarakat hidup sehat dan bermartabat.
Hal pertama yamg dilakukan Siti Yulaikha saat pertama kali bertugas di desa Sempu adalah dengan memberi penyuluhan tanpa kenal lelah kepada masyarakat kapanpun dan dimanapun bahkan terkadang Siti Yulaikha menyempatkan diri door to door dan mengajak berbincang santai sambil menyelipkan ajakan untuk hidup sehat. Usaha bidan muda ini berbuah manis . Sedikit demi sedikit masyarakat mulai memperhatikan soal kesehatan terutama sanitasi sehat.  Tapi ganjalan lain muncul. Disaat  masyarakat yang ingin punya jamban di rumahnya muncul permasalahan lain yaitu soal dana yang harus dikeluarkan karena tidak sedikit masyarakat yang masih di bawah garis kemiskinan. Tantangan kedua yang cukup membuat langkah Siti Yulaikha tersendat. Tapi Tuhan punya rencana lain. Diam-diam Muspika Kecamatan Limpung dan Pemerintah Desa Sempu memperhatikan sepak terjangnya yang dinilai sangat berguna untuk kehidupan masa depan. Kodim 0736/Batang melalui Koramil 02 Limpung yang juga sedang menggalakkan program sanitasi sehat memberikan bantuan kloset beserta peralatan penunjang seperti semen, pasir, besi cor dan pipa paralon. Meskipun baru sedikit tapi bantuan ini melegakan karena setidaknya Pemerintah memberikan perhatian. Personel dari TNI dan Polri terjun langsung bekerja bhakti membantu pemasangan. Puskesmas Limpung juga memberikan bantuan penyuluhan cara membuat sanitasi sesuai standart. Dokter Jul Hendro Gunawan dari Puskesmas Limpung kebetulan juga aktivis lingkungan yang giat menyoroti masalah kebersihan, bahkan dokter ini mendapat julukan “Dokter Sanitasi”.


Kesadaran masyarakat desa Sempu semakin positif. Pola hidup sehat menjadi kebutuhan utama. Sekarang setiap rumah hampir semua sudah memiliki kloset secara swadaya sehingga tidak ada lagi yang BAB sembarangan. “Tapi itu belum selesai. Septictank menjadi permasalahan baru karena meskipun sudah punya kloset tapi saluran pembuangan masih di sungai. Jikapun ada yang sudah membuat septictank tapi belum memenuhi standart kesehatan”, kata Siti Yulaikha.
Siti Yulaikha tak patah semangat. Dengan gigih dia mencoba memecahkan masalah ini dengan melibatkan Kepala Desa Sempu Puji Hantoro. Kades nyentrik dan humoris ini memberi lampu hijau saat Siti Yulaikha mengatakan ingin mengajukan bantuan ke Pemerintah Pusat melalui desa untuk mengatasi masalah sanitasi. Proposalpun dibuat dan tak menunggu waktu lama turunlan bantuan Pemerintah melalui instansi terkait.
Melaui arahan Siti Yulaikha dana ini dikelola desa untuk membuat septictank komunal sebanyak 11 buah menempati lahan milik desa yang tersebar dibeberapa titik yang dianggap perlu. Septictank ini dibuat raksasa dengan ukuran sekitar 3x5 meter dengan kedalaman 2 meter da dibuat dengan tiga tahap penyaringan sehingga kotoran yang tertampung tidak mencemari lingkungan. Septictank ini juga mempunyai pintu untuk menguras apabila penuh. Eko, seorang aparat pemerintah desa yang menjadi pelaksana pekerjaan memperkirakan jangka waktu pengurasan sekiitar tiap tiga tahun. Nantinya setiap septictank ini akan digunakan untuk 10 keluarga yang selama ini belum memiliki septictank yang layak.
Rencananya tidak lama lagi septictank komunal ini akan diresmikan pemggumaanya.


Kepala Desa Sempu Puji Hantoro dengan bersemangat menjelaskan, persoalan sanitasi dan hidup sehat adalah obsesinya. “Dulu masyarakat desa Sempu masih BAB di sungai atau kebun tanpa peduli itu bias menyebabkan sumber penyakit. Dibantu bu Bidan kami mensosialisasikan pola hidup sehat yang diawali dari sanitasi dan air bersih yang layak dan mencukupi. Tak sedikit bantuan pemerintah yang dikucurkan untuk kami. Selain dana pembuatan septictank komunal pemerintah juga menyalurkan dana DAK untuk pemasangan instalasi air PDAM bagi 166 Kepala Keluarga sehingga tidak ada lagi warga yang kesulitas dalam memperoleh air bersih. Sekarang kami berani bilang masyarakat desa Sempu semuanya sudah memiliki sanitasi yang sehat dan tercukupi kebutuhan airnya”, kata Puji Hantoro.
Camat Limpung Windu Suriadji juga memberikan apresiasi terhadap sepak terjang bidan Siti Yulaikha ini karena tidak saja membebaskan masyarakat desa Sempu dari sanitasi tidak sehat tapi juga memberi inspirasi bagi daerah lain untuk mencontoh. “Beberapa desa di Kecamatan Limpung dan sekitarnya masalah sanitasi menjadi kebutuhan yang sudah tidak bisa ditunda lagi. Kesadaran masyarakat yang cenderung menyepelekan kebersihan bertolak belakang dengan pola konnsumtif yang mereka belanjakan setiap harinya. Mereka mampu tapi tak mau membuat sanitasi yang sehat. Di lain pihak ada warga yang benar-benar tidak mampu secara financial tapi berkeinginan mempunyai jamban di rumahnya. Disinilah kami dituntut untuk menjembatani kesenjangan ini”, kata Windu saat ditemui di ruang kerjanya.

Permasalahan sanitasi sehat mungkin belum menjadi kebutuhan pokok bagi sebagian orang karena isyu lingkungan belum menyentuh. Tapi untuk masa mendatang harus dipikirkan dari sekarang seiring bertambahnya jumlah penduduk. Jika tak ditata permasalahan sanitasi akan menjadi bom waktu yang siap meluluhlantakkan.


Edi S Febri
Jurnalis

Minggu, 22 Oktober 2017



BISNIS SANITASI
PROSPEK CERAH MASA DEPAN

20 Oktober 2017


Membaca undangan dari water.org untuk Media Visit di Rembang pada awalnya membuat dahi saya berkerut karena selama ini yang saya ketahui water.org hanya mengurusi air bersih beserta tata cara kelolanya. Sedangkan undangan kali ini adalah bertema sanitasi. Ternyata tanda tanya saya terjawab begitu memulai Media Visit di daerah Lasem. Water.org ternyata juga peduli dengan sanitasi sehat di tingkat rumah tangga. Organisasi nirlaba yang dipimpin oleh Matt Demon dan beranggotakan 16 negara  ini punya motto “Kita tidak akan keluar dari kemiskinan tanpa memperbaiki air dan sanitasi”.
Dan dalam perjalanannya mewujudkan sanitasi sehat water.org bermitra dengan Lembaga Keuangan BMT Bina Ummat Sejahtera yang memberikan kredit kepada masyarakat untuk sarana pembuatan jamban sehat.


Bagi sebagian pelaku bisnis mungkin terdengar masih asing atau bahkan aneh ada Lembaga Keuangan yang mau-maunya bergelut di bidang sanitasi, apalagi yang menyamngkut masyarakat kelas bawah yang kemampuan ekonominya meragukan untuk dijkucuri kredit. Di sisi lain mayarakat kelas bawah pada umumnya juga kurang memperhatikan dan tidak mau tahu tentang sanitasi yang bersih dan sehat. Tapi justru lahan baru yang dianggap meragukan prospeknya ini dengan “gagah berani” digeluti oleh BMT BUS sejak beberapa bulan terakhir  melalui penyaluran kredit lunak untuk pengadaan sanitasi sehat dan air minum di beberapa lokasi. Ditemui di kantornya di Lasem, direktur bisnis BMT BUS Zul Akmal Syafe’i mengatakan kucuran kredit sanitasi ini sudah berjalan lebih kurang satu tahun dan menjangkau sebagian masyarakat di Kabupaten Rembang. “Selain berbisnis kami juga mendasari dengan niat ibadah membantu masyarakat golongan bawah. Alhamdulillah pengembalian kredit yang diangsur antara 1 sampai 2 tahun berjalan lancer meskipun tanpa jaminan. Tanpa syarat yang neko-neko kami setujui pengajuan kredit jika itu untuk pengadaan sanitasi”.
Keterangan Zul adalah kejutan kedua karena selama ini Lembaga Keuangan selalu meminta jaminan jika ada yang mengajukan kredit.


Saat memulai kunjungan ke lokasi disitulah kami merasa sadar bahwa masalah sanitasi adalah bom waktu yang siap meledak seiring pertumbuhan jumlah manusia yang kian membengkak. Kami mengunjungi desa Doropayung dan desa Toyuhan di Kecamatan Pancur serta desa Karangmayu di Kecamatan Sarang. Hampir sebagian besar rumah tangga tidak mempunyai jamban dan sarana air bersih. Jikapun ada kondisinya belum bisa dikatakan sehat. Warga masih BAB di sawah ataupun kebun dan membiarkan kotoran itu tergeletak begitu saja di tempat terbuka. Jika malam atau kondisi hujan mereka BAB di rumah dan ditampung di tas kresek kemudian membuangnya di kebun. Bisa dibayangkan jika ada orang lewat yang terkena lemparan plastik ini pasti bisa menimbulkan masalah lain. Ada lagi yang membuat galian tanah sedalam satu meter dan meletakkan kayu di atasnya sebagai pijakan saat BAB. Memang lebih manusiawi dibandingkan pelempar plastik tapi penyebaran bibit penyakit masih mengintai karena lalat tetap merubung. Yang punya SDM agak lumayan sudah membuat jamban layak di rumah tapi saluran pembuangannya juga masih masuk ke sungai.
Kondisi yang demikian ternyata tidak melulu didasari oleh kemiskinan tapi lebih kepada ketidakmauan. Warga yang tergolong mampu juga masih banyak yang belum memiliki jamban meskipun rumah dan perabotannya tergolong mewah.


Kondisi yang seperti inilah yang ingin dirubah oleh water.org dengan menggandeng BMT BUS sebagai mitra.  “Yang perlu kita rubah lebih dahulu adalah gaya hidup masyarakatnya untuk mengubah pola dan memperhatikan kesehatan”, kata Fay dari water.org.
“Untuk mendapatkan hasil yang benar-benar tepat sasaran, kredit dari BMT BUS tidak diberikan dalam bentuk uang tetapi dalam bentuk jamban yang sudah terpasang plus septictank sesuai standar kesehatan. Begitu juga dengan pemasangan instalasi air bersih PDAM. Masyarakat tinggal memilih jangka waktu pengembalian sesuai kemampuan. Dan untuk lebih memperingan cicilan ada sebagian nasabah yang menabung harian melalui petugas BMT yang menerapkan system jemput bola sehingga pada saat jatuh tempo tidak terasa berat”, tambah Zul.

Diam-diam sepak terjang water.org dan BMT BUS patut diacungi jempol karena perannya sangat terasa bagi masyarakat dan terutama demi menjaga lingkungan yang bersih dan sehat.  Kekhawatiran yang menjadi momok Lembaga Keuangan tentang kredit macet ternyata tak terbukti jika ada pendekatan dan dukungan dari aparat pemerintah (dalam hal ini Pemerintah Desa).

Sample yang diambil di Rembang hanyalah setitik kecil air di lautan permasalahan sanitasi di Indonesia. Masih banyak tempat lain yang kondisinya sama atau bahkan lebih parah. Tugas bagi water.org untuk membebaskan masyarakat dari  belitan masalah kesehatan dan ketersediaan air bersih yang mencukupi.



Artikel ini dibuat untuk water.org